Sejarah Transportasi
Sebagian dari Bloggers, terutama yang bermukim di Kota Padang tentunya tidak pernah melewatkan waktu untuk menghabiskan uang di kantong ber-shopping ria ke Plasa Andalas. Generasi yang lahir sekitar tahun 2003 tentu hanya tahu bahwa sejak dulu di tempat itu, memang sudah berdiri mal megah di sana.
Kita justru pada hari ini, sering mengumpat akibat keberadaan mal itu, kemacetan sering terjadi, belum lagi di kawasan M. Yamin yang makin semrawut karena Kota Padang dituding sebagai kota tanpa terminal. Apa benar di Kota Padang dulunya tidak pernah punya terminal?
Sebenarnya Kota Padang pernah memiliki terminal, yaitu, terminal Goan Hoat untuk angkutan kota dan Terminal Lintas Andalas untuk angkutan umum. Pembangunan Terminal Lintas Andalas dilakukan sehubungan dengan makin meningkatnya jumlah kendaraan penumpang di Kota Padang, sehingga tidak tertampung lagi di Terminal Goan Hoat. Terminal Lintas Andalas dioperasikanlah tahun 1972 di bawah pengawasan Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya.
Konon, sebelum kawasan terminal Lintas Andalas ini disulap, dulunya tempat ini merupakan kawasan kuburan orang-orang Belanda (sekarang tidak tahu, apa kerangkanya sudah dipindah atau belum). Sewaktu penulis masih berumur 7 tahun dan bersekolah di SD Baiturrahmah Lokasi, Terminal Lintas Andalas menjadi lahan perekonoman baru bagi masyarakat yang bergerak di sektor informal seperti kelompok pedagang, buruh angkat dan agen. Situasi terminal yang sangat padat memicu munculnya permasalahan sosial di terminal seperti premanisme, kriminalitas dan pengamen jalanan.
Lokasi terminal yang berada di pusat kota dan tingginya arus kendaraan yang menuju pusat kota akhirnya dirasakan oleh pemerintah mengganggu kelancaran aktivitas masyarakat di pusat kota karena arus keluar masuknya bus ke terminal. Oleh sebab itu pemerintah menetapkan bahwa lokasi terminal harus dipindahkan ke wilayah pinggiran kota.
Sekarang justru, sejak kawasan Terminal Lintas Andalas disulap menjadi mal mewah dengan nama Plasa Andalas, kita mulai terusik dengan masalah kemacetan. Dan sering umpatan itu kita alamatkan ke penguasa di Kota Padang ini…Bagaimana dengan pendapat Bloggers???
Pada foto berikut tampak pemadangan perjalanan lokomotif uap sebuah lembah di pedalaman Sumatera Barat tahun 1925. Tampak dari jauh rangkaian kereta api lokomotif uap yang diapit persawahan, lereng perbukitan dan sungai. (Repro: Terres et peuples de Sumatra, Amsterdaam 1925)
Kereta api lokomotif uap di Sumatera Barat pada masa lalu bertugas untuk menarik atau mendorong rangkaian gerbong-gerbong bermuatan batubara dari Sawahlunto ke Emmahaven (Telukbayur) Padang.Daya jelajah lokomotif pada masa itu melalaui beberapa daerah, seperti Padang-Lubukalung-Padangpanjang-Sawahlunto-Bukittinggi-Payakumbuh dan jalur Padang-Pariaman-Naras.
Selain sebagai angkutan barang, lokomotif uap juga berfungsi mengangkut penumpang. Tapi kereta api di Sumatera Barat tempo dulu lebih populer sebagai angkutan batubara, kapur dan semen.
Sejak tahun 1950, Dinas Kereta Api (DKA) memodernisasi teknologi perkeretaapian dari teknologi uap ke diesel yang dianggap lebih efisien. Alih teknologi kereta api ke diesel semakin mendominasi dan membuat lokomotif perintis itu satu persatu dipensiunkan dari tugasnya.
Bloogers, kembali saya mengajak anda untuk kembali ke dimensi waktu lampau. Jika sebelumnya saya pernah menyajikan kisah Terminal Lintas Andalas era 1970an. Pada malam ini saya mengajak anda untuk berkunjung ke Terminal Bukittinggi pada era 1950an. Bisa Bloggers bayangkan, bagaimana suasananya terminal ini pada era 1950an yang dipenuhi bis-bis beken yang melayani rute Bukittinggi ke beberapa kota dan Provinsi di Pulau Sumatra.
Tercatat pada tahun 1952, 360 buah oto bis dalam sehari hilir mudik di terminal Bukittinggi, atau ½ jam sekali trayek Padang-Bukittinggi dilayani oleh 8 perusahaan. Trayek Bukittinggi-Payakumbuh setiap 30 menit dilayani oleh 4 perusahaan oto bis. Mengenai 32 trayek yang disebutkan di atas, pada akhir tahun 1952 memiliki frekunsi keberangkatan sebesar 87 ½ % saat cuaca normal, dan 55 ½ persen pada musim penghujan.
Berikut nama perusahaan oto bis yang melayani trayek Bukittinggi-Padang: P.O APD, N.V NPM, N.V Himsar, TA. ME Agam, NV Atom, Flora, dan Plastic. Sedangkan trayek Bukittinggi-Payakumbuh: PO Sago, N.V Himsar, APD, dan P.O GON. (Sumber: Daftar Ketentuan Banyak Oto Trayek dan Frekuensi dari Tiap Jurusan di Sumatra Tengah Pada Akhir 1952).